Klik9Nine

Khazanah Khatulistiwa

PENDIDIKAN

Literasi Digital Ponorogo, Chusnur Ismiati: Literasi Digital Ciptakan Imunitas Hoaks

BERITA BOHONG: Ketua DWP Kota Surabaya Chusnur Ismiati saat menjadi narasumber Literasi Digital Ponorogo, Senin (1/11/2021). (Dok ISTIMEWA)

Klik9.com – Kembali mengikuti webinar Literasi Digital yang digelar Kemenkominfo RI bersama salah satu narasumber Chusnur Ismiati. Kali ini mengusung tema “Yuk Bedakan Hoax dan Fakta” Literasi Digital Ponorogo, Senin (1/11/2021) pagi.

Bu Iis, biasa disapa, mengemukakan “Budaya Menggunakan Medsos, Literasi Digital anti Hoaks”, yang mana ia menyajikan informasi penyebab hoaks berkembang, cara menangkal serta mengetahui ciri-cirinya.

Masyarakat suka kehebohan, katanya mengungkap hoaks berkembang. Selain itu, sebagai bentuk menjawab ketidakpastian, niat tidak baik untuk mempengaruhi.

Baca Juga  Rutinitas Yasin Tahlil Jamaah dan Santri TPQ Syekh Maulana 

“Kasus penyebaran hoaks tidak dibarengi (greget) tindakan hukum. Kemudian tidak tersentuh edukasi melalui literasi digital,” terang Ketua DWP Kota Surabaya ini.

Lantas seperti cara menangkal hoaks. Bersumber hasil riset, dikemukakan beberapa tingkat keberhasilan dalam upaya tersebut, yakni edukasi masyarakat 57.70%, tindakan hukum 28.90%, koreksi melalui sosmed 5.70%, blokir 5.30% dan flagging 1.40%.

Untuk itu, diperlukan mengenali ciri situs berita bohong, di antaranya isi judul provokatif dan tidak selalu menggambarkan isi berita. Lalu, alamat situs tidak terdaftar di Dewan Pers, isi berita didominasi opini, foto bias terkesan provokatif. “Hal itu menjadikan rentan terhadap misinformasi, disinformasi dan malinformasi,” urainya.

Baca Juga  Alumni Gontor Putri Ajak Masyarakat Lawan Hoaks dan Berkawan Media

Oleh karena itu, diperlukan kurikulum anti hoaks dengan mengedepankan budaya berpikir kritis. Yakni menciptakan budaya cek dan ricek, menyaring berita, hingga melek teknologi informasi.

“Literasi digital dapat menciptakan imunitas terhadap hoaks, ujaran kebencian, intoleransi hingga kejahatan siber,” tutur Chusnur Ismiati.

Artinya, sambung Bu Iis, kita bisa memahami bahwa isu hoaks tak bisa dipandang sebagai suatu yang sederhana, apalagi sekedar ditangani dengan solusi yang disimplifikasi. 

“Ada aktor dengan motif dan metodenya, ada medium dengan karakteristik pesannya, dan ada khalayak sebagai penerima pesan dengan kematangan checking behaviour-nya secara individual,” jelasnya.
Karakter dan keunikan inilah, lanjut Bu Iis, yang kemudian mesti disikapi dengan hati-hati. “Karena tidak bisa satu metode penanganan bisa bekerja mengatasi ragam jenis hoaks yang beredar di ranah maya,” pungkasnya. (haruneffendy)

Visited 62 times, 1 visit(s) today

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page