Klik9Nine

Khazanah Khatulistiwa

BERITA

Eddy Rusianto Fasilitasi Dojo Klub Karate Ranting Gentong Sekti

KLUB KARATE: Ketua Ranting Gentong Sekti, Dwi Sakti (kiri) latihan di kediaman Eddy Rusianto (kanan-atas). (K9/HARUN)

SURABAYA (Klik9.com) – Salah seorang tokoh karate Eddy Rusianto menyambut baik kehadiran klub karate Gentong Sekti, yang mulai menggelar latihan di kediamannya kompleks Perumahan Sutorejo Indah, Mulyorejo, Surabaya, Senin (27/3/2023) sore.

“Pada saat saya dikunjungi Mas Dwi Sakti (Ketua Ranting Gentong Sekti), minta kalau bisa tempatnya untuk latihan, saya welcome. Dengan harapan, ini sebuah ranting baru,” tuturnya di sela-sela latihan perdana tersebut.

Pensiunan Bank Jatim itu pun mewanti-wanti, ini (Gentong Sekti) bukan bedol desa dari ranting lain, harus merupakan ranting baru. “Nah yang senior-senior ini membimbing, mendidik adik-adiknya yang baru di sini,” pesannya.

Dikatakan mantan anggota DPRD Kota Surabaya periode 2009-2014 tersebut, bahwa ia masih memiliki komitmen, kecintaan kepada olahraga karate meskipun telah berusia 70 tahun.

“Mungkin saya di lapangan sudah sangat berkurang, tapi dalam memberikan semangat, motivasi mudah-mudahan (bisa),” katanya.

Meskipun besar di perguruan Lemkari, pria yang pernah bekerja di Dipenda Jatim itu mengaku tidak keberatan, Gentong Sekti yang merupakan ranting INKAI Cabang Surabaya ini mengadakan latihan di salah satu rumah pribadinya.

Bahkan, Eddy sengaja mendesain rumah yang beralamat di perumahan Sutorejo Tengah Blok 2 No. 1 itu disediakan pendopo yang bisa dipakai latihan karate.

“Kenapa ini (Dwi Sakti) saya terima? Karena aliran karate-nya sama-sama Shotokan dari Jepang, gurunya sama (Gichin Funakoshi), jadi sumber ilmunya sama, sistemnya sama. Cuma organisasinya yang beda,” ucap pria yang juga hobi menembak tersebut.

Baca Juga  Hadiri Dialog Kebangsaan yang Digelar PCNU Kota Batu, Wawali Punjul Santoso Ajak Santri Jadi Agen Perubahan

Sementara itu, Dwi Sakti atas nama pengurus Ranting Gentong Sekti menyampaikan rasa syukur dan berterima kasih kepada tuan rumah. “Osh, kami akan memperhatikan pesan dan arahan dari Pak Eddy untuk kemajuan ranting kami,” tukasnya singkat.

Eddy Rusianto dan Karate

Eddy Rusianto mulai berkecimpung di dunia karate pada era 70-an. Pria yang juga pembina voli Bank Jatim ini pun menceritakan awal perkenalannya dengan karate.

“Karate yang saya kenal, sejak tahun 70-an itu datang dua orang guru besar, Sabeth Muchsin yang membawa INKAI dan Anton Lesiangi (Lemkari). Ini adalah dua mahasiswa yang disekolahkan ke Jepang, kemudian mereka mengambil ilmu olahraga karate itu,” terangnya.

Pada waktu itu, lanjut Eddy, di kampus Unair (1971) kebetulan dia bersama beberapa teman membuka ranting yang pusatnya di fakultas hukum. Tetapi, anggotanya seluruh civitas akademika.

“Tidak ada tempat khusus, dojo (tempat latihan) hanya memanfaatkan lorong panjang fakultas, tetapi bisa dipakai,” ungkap penyandang Sabuk Hitam Dan 2 di Sukabumi itu.

Sambung mantan Komisaris PDAM Kota Surabaya 2014-2021 tersebut, bahwa atlet-atlet karate yang bergabung kala itu cukup banyak, misalnya yang cukup dikenal seperti (William) Mantiri dari marinir.

Beberapa tokoh juga terlihat pernah mengikuti latihan seperti (Tursilowanto) Hariyogi dari ITS yang pernah menjabat dirjen perhubungan. “Nur Sholeh, banyak sebetulnya. Kita juga telah menghasilkan beberapa atlet. (Terus) Hakim Agung Hatta Ali juga karate jebolan Unair,” ujarnya.

Diceritakan Eddy, semula olahraga karate itu membentuk seorang fighter. “Istilahnya orang yang bisa mempertahankan diri dalam kondisi apapun. Dan diberitahukan bahwa semua organ tubuh kita itu adalah senjata kita. Mulai ujung jari, lengan, siku, itu semua senjata kita.”

Baca Juga  Jejak Bung Karno di Kota Mojokerto Ditancapkan Nama Jalan

“Dan itu harus dibentuk menjadi senjata andalan. Tetapi (karate) sekarang ada perbedaan adalah seni beladiri. Keindahannya dan segala macam,” urai Eddy.

Selain itu, masih Eddy, dibentuk perutnya harus kuat, tangannya harus kuat, kakinya harus kuat. Harus tahan banting. Ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa. “Beda dengan sekarang. Kalau dulu itu tidak ada kelas. Jadi anak berat 50 kg bisa ketemu anak sampai 85 kg,” bebernya.

Lantas, dia pun menceritakan pengalamannya mengikuti sejumlah kejuaraan karate antar perguruan di seluruh Indonesia seperti di Bandung, Surabaya hingga Medan dengan tampil sebagai atlet beregu kumite.

Perbedaan lainnya, meski karate aliran Shotokan penilaiannya tidak full body contact, tetapi korban pertandingan sangat banyak. Karena kala itu, karateka dididik menjadi seorang fighter. “Akhirnya terus terang saja memang tidak baik,” ucap Eddy.

Otomatis pada setiap pertandingan pasti disediakan ambulans. “Insyaallah sekarang mungkin nggak, karena sekarang sudah ada proteksi di tangan pakai sarung (pelindung). Ada beberapa proteksi untuk seorang karateka dan ada kelas kecuali untuk beregu,” timpalnya.

Selaku pembina Lemkari Ranting Unair, Eddy kemudian juga sempat menjadi pengurus Cabang Surabaya hingga Pengda Jatim.

Dia pun sejenak bernostalgia mengenang salah satu anak didiknya, Yohanes Kunto yang saat ini menjabat direktur di Bank Jatim.

“Waktu itu masih atlet dayung, kemudian kita tarik menjadi atlet karate mulai dari (maaf) bagian kalah-kalahan, tetapi waktu itu sudah mendunia. Keliling dunia ke Meksiko, Filipina, Kanada, Afrika Selatan untuk karate,” pungkas Eddy.

Baca Juga  Cara Unik Rayakan Ulang Tahun, Wasit Internal Persebaya Ini Gelar Pertandingan Sepak Bola

Kilas Sejarah Karate di Indonesia

Diketahui, bahwa yang membawa karate ke Indonesia ternyata bukan orang Jepang, melainkan beberapa mahasiswa bernama Baud AD Adikusumo, Karianto Djojonegoro, Mochtar Ruskan, dan Ottoman Noh, yang baru saja kembali dari Negeri Sakura.

Sekembalinya di Indonesia pada 1960-an, mereka mendirikan dojo tempat pertandingan untuk semua cabang seni beladiri Jepang di Jakarta. Dojo inilah yang menjadi tonggak awal diperkenalkannya karate di Indonesia.

Selanjutnya, mereka membentuk sebuah wadah yang dinamakan Persatuan Olahraga Karate Indonesia (PORKI), yang diresmikan 10 Maret 1964. Dan aliran pertama yang masuk ke Indonesia adalah Shotokan.

Beberapa tahun setelah PORKI berdiri, muncul mahasiswa-mahasiswa Indonesia dari Jepang seperti Setyo Haryono, Anton Lesiangi, Sabeth Muchsin dan Chairul Taman, yang ikut mengembangkan karate di Indonesia.

Mereka dibantu mengembangkan karate oleh orang-orang Jepang yang datang ke Indonesia seperti Matsusaki, Ishi, Hayashi dan Oyama. Karate disambut dengan baik masyarakat Indonesia, dibuktikan dengan munculnya berbagai organisasi karate dengan berbagai alirannya.

Pada 1972, Kongres ke-IV PORKI menghasilkan dibentuknya wadah karate Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI). Dari awal FORKI berdiri sampai saat ini, organisasi ini diurus oleh pengurus besar (PB) yang dipimpin oleh tujuh orang ketua umum.

Menurut Japan Karatedo Federation dan World Karate Federation, terdapat empat gaya utama dalam karate, yaitu Shotokan, Goju-Ryu, Shito-Ryu, juga Wado-Ryu.

Selain itu, ada beberapa aliran besar lainnya seperti Kyokushin, Shorin-Ryu dan Uechi Ryu, yang sudah menyebar hingga ke seluruh dunia termasuk Indonesia. (har)

Visited 32 times, 1 visit(s) today

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page