Klik9Nine

Khazanah Khatulistiwa

BERITA JATIM NASIONAL SOSPOL

Peta Jalan Pembangunan Kependudukan Indonesia Emas 2045

Peta Jalan Pembangunan Kependudukan
INDONESIA EMAS: Sesmen Budi Setiyono (kiri) menjelaskan Peta Jalan Pembangunan Kependudukan di Kantor Kemendukbangga/BKKBN Perwakilan Jawa Timur, Rabu (11/6/2025) siang. (KS/HARUN)

SURABAYA (KS) – Pemerintah melalui Kementerian Kependudukan dan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN) berupaya membuat peta jalan pembangunan kependudukan (PJPK) dalam mencapai Indonesia Emas 2045 Indonesia Maju.

Dalam lawatan ke Jawa Timur, Sekretaris (Sesmen) Kemendukbangga/BKKBN Budi Setiyono di Kantor Perwakilan Jatim membeberkan definisi peta jalan pembangunan kependudukan menuju Indonesia maju. Di hadapan awak media, Budi didampingi oleh Kepala Kemendukbangga/BKKBN Jawa Timur, Maria Ernawati.

“Pendefinisian peta jalan pembangunan kependudukan menuju Indonesia maju seperti apa. Sudah sampai mana. Apakah 2045 Indonesia Emas bisa kita realisasikan, bukan sekedar wacana?” buka diskusi Budi Setiyono di depan wartawan, Rabu siang (11/6/2025).

Menurutnya, bahwa kalau tidak bisa memanfaatkan bonus demografi (banyaknya penduduk,red). Maka akan berlalu begitu saja. Syarat pertama, yakni kualitas manusia dan pembangunan keluarga dengan standar, dari sisi kesehatan maupun teknologi. Sehingga rakyat harus menjadi pribadi dan keluarga tangguh, seperti negara maju di dunia.

Kemudian kedua, memanen usia produktif kalau mereka bisa memanfaatkan kemampuan untuk kreativitas yang berkontribusi bagi pembangunan negara. “Kalau mereka tidak produktif, tidak ada pekerjaan, penghasilan. Maka bisa menjadi pengaruh lain, bukan jadi bonus demografi. Tetapi jadi bencana demografi, mengganggu usia produktif lainnya. Misalnya premanisme, dan kejahatan lain. Kalau mereka (yang tidak produktif) lebih banyak. Maka akan mengancam stabilitas negara,” bebernya.

Oleh karena itu, Budi berharap di setiap provinsi (daerah kabupaten/kota) bisa menargetkan, berapa lowongan pekerjaan menurut angka kelahiran.

“Makanya harus ada peta jalan atau perencanaan yang bersinergi dengan pemerintah di daerah. Seperti kasus beberapa waktu lalu, ada job fair dengan pencari kerja yang membludak. Ini akibat tidak adanya koordinasi. Maka ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diantisipasi,” tuturnya.

Untuk itu, jumlah pertambahan penduduk harus menyesuaikan kemampuan daerah. Karena itu, kepala daerah harus menyusun perencanaan pertumbuhan penduduk sesuai kapasitas daerahnya. Lantas ia mencontohkan membangun puskesmas, atau kawasan industri harus memperhitungkan jumlah tenaga kerja dan kualifikasi di daerah itu, jangan sampai rugi karena kekurangan lapangan kerja.

“Itulah grand desain membuat peta jalan pembangunan Indonesia maju,” ucapnya.

Dia menegaskan, untuk memanen bonus demografi harus sinkron dari sisi masyarakat, keluarga dan individual harus berkualitas. Dari pemerintah harus menyediakan kebijakan yang membuat rakyatnya berkualitas dan mempunyai kesempatan mengaktualisasikan kualitas mereka.

“Jadi orang harus pintar, sehat. Maka harus ada environment (lingkungan,red) untuk mengaktualisasikan keilmuannya itu, sistem pekerjaan dan seterusnya,” tukasnya.

Baca Juga  Seleksi Timnas U-16 dan U-19, Askot PSSI Surabaya Minta Klub Anggota Kirim Lima Pemain Terbaik

Terkait adanya anggota keluarga yang tidak berkualitas, karena terhambat oleh distrubsi, seperti judi online, mager (ngegame), aktivitas yang tidak berguna, hura-hura, tawuran, balap liar, dan seterusnya. Situasi ini sulit berharap generasi Indonesia menjadi tangguh dan bisa berkompetisi, seperti rakyat di negara maju.

“Kalau tidak tidak bisa membuat kelompok masyarakat usia produktif ini berkualitas. Maka kita tidak akan bisa mendeklarasikan negara kita sejajar dengan negara maju,” tegasnya.

Maka dari itu, dia meminta agar semua elemen, para pendidik, aparatur negara maupun militer, untuk bisa bekerja sama membuat environment yang membuat anak-anak bisa tumbuh seimbang dan mencapai puncak optimal sebagai manusia sempurna, dari sisi psikis, kesehatan, ilmu pengetahuan dan kerohanian.

“Determinasi yang sifatnya menganggu, seperti narkoba, miras, judol atau judi lainnya, tawuran dan seterusnya harus kita antisipasi. Semua kepala daerah harus bertanggung jawab menjaga rakyatnya. Mereka terdeskripsi oleh hal-hal yang bisa meminimalkan kualitas hidup mereka itu,” paparnya.

Peta jalan Indonesia Emas 2045, ada berbagai macam indikator berbasis kependudukan. Mulai dari kualifikasi kualitas penduduk, kesehatan, juga human indeksnya, tingkat kebahagiaan itu ada 30 indikator.

“Sehingga nantinya setiap tahun kita mengadakan penilaian daerah mana yang tertinggi dan paling rendah di Indonesia nilainya. Dari indikator pembangunan berwawasan kependudukan (IPBK),” katanya.

Menambahkan, kalau ingin menjadi negara maju, maka harus memiliki standar kesejahteraan warga negara. Di antaranya bisa mencukupi kebutuhan dasar, sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Minimal rakyat harus terbebas dari lima hal ini.

“Tidak boleh ada orang yang kekurangan makan, tidak punya rumah, tidak bisa berobat, tidak mendapatkan akses pendidikan pada level tertentu. Itu semua harus mendapatkan jaminan setiap warga negara hidup di atas garis itu,” tandasnya.

Memerlukan penghasilan berapa setiap tahunnya, negara harus bisa memastikan rakyatnya mendapatkan penghasilan minimal itu.

“Misalnya di Surabaya setahun butuh Rp50 juta. Maka negara harus bisa memastikan setiap warga setahun minimal berpenghasilan Rp50 juta. Bagi yang tidak bisa, maka pemerintah harus memberikan subsidi. Tidak harus cash, tetapi bisa subsidi rumah, kesehatan, pendidikan dan seterusnya. Tiap kota variabelnya tidak sama bergantung indeks masing-masing,” urainya.

Negara harus membuat sistem pekerjaan, sehingga masyarakat mendapatkan penghasilan minimal untuk hidup sejahtera.

“Berikutnya negara harus membuat check and balance. Setelah warga semua sejahtera, mendapat pekerjaan. Maka idealnya semua penduduk harus membayar pajak. Tidak seperti sekarang, yang melaporkan SPT hanya puluhan juta, sekitar 16 juta pada SPT 2025 kemarin. Harusnya penduduk produktif kita itu 190 juta. Artinya 190 juta SPT harus dilaporkan. Hal ini menunjukkan masyarakat yang berusia produktif tidak memiliki pekerjaan begitu,” ujarnya.

Baca Juga  Turnamen Futsal Unika U-15 antar Kelurahan Semarak HUT ke-80 RI

Kalau seperti itu, masih Budi, negara kita dari sisi deviden rasio 46-47%, itu kalau diartikan dua orang menggendong satu orang. Kalau dua orang menggendong satu orang misalnya dalam keluarga ada tiga anggota. Idealnya dua orang tua bekerja membiayai satu anak, maka mereka bisa nabung satu bulan bisa untuk biaya hidup normal tiga bulan. Tidak hanya bisa berjalan, tetapi mereka juga bisa berlari, membeli rumah, mobil, kebun atau toko dan seterusnya untuk lebih progresif. Kalau demikian, kita bisa memanen bonus demografi.

“Tetapi kalau melihat angka-angka di Indonesia dengan banyaknya pengangguran, minimnya tingkat partisipasi kerja perempuan misalnya, juga kapasitas tabungan rakyat rendah. Maka yang terjadi satu orang menggendong bisa sampai empat orang. Dalam level keluarga misalnya, yang bekerja hanya satu. Maka yang terjadi bukan hanya soal menabung. Tetapi gajian tanggal 1, tanggal 5 sudah hutang koperasi atau tetangga,” jelasnya.

Begitu juga di tingkat negara, kalau tidak tertangani bonus demografi ini dengan proper (penilaian,red). Maka yang terjadi negara akan selalu tergantung utang luar negeri sebagai sumber utama fiskal. Mestinya sumber kekuatan APBN dari tabungan pajak itu.

“Tetapi kalau yang membayar pajak lebih sedikit dari jumlah yang semestinya, yang terjadi kita tidak mampu memenuhi kebutuhan pembangunan dan operasional negara, jadinya hutang terus. Kalau kita tidak memikirkan ini, kita berlalu sampai 2045, ya kita tidak akan sampai kemana-mana,” timpalnya.

Oleh karena itu, dia berkeliling ke seluruh Indonesia untuk mengajak rekan-rekan wartawan, universitas, akademisi berpikir secara serius bersama pemerintah di setiap level. Bagaimana mencapai Indonesia Emas itu secara konkret dengan tahapan-tahapan yang jelas dan presisi.

Kendati demikian, sampai saat ini pihaknya masih dalam proses dialog dan konfirmasi antar sektor level pemerintahan.

“Kita belum mendefinisikan negara maju, seperti apa, dengan indikator berapa persentasenya belum sampai kesana. Kita masih melakukan wacana, diskusi, kolaborasi, workshop, bimtek dan seterusnya. Yang secara perlahan kita akan membuat konstruksi bersama,” ungkapnya.

Misalnya, sambung Budi, di level daerah pihaknya mendorong adanya revisi GDPK (Grand Design Pembangunan Kependudukan kependudukan) itu sudah ada. Tapi di daerah apakah masing-masing sudah menyusun GDPK.

Baca Juga  Sekolah Orang Tua Hebat, Ribuan Warga Surabaya Ikut Angkatan 2

“Nah selama ini GDPK itu pada pemenuhan administratif dokumen yang tidak termanifestasikan secara konkret. Kita mendorong ini jangan sampai ditumpuk saja GDPK itu, tetapi diaplikasikan kedalam peta jalan dan rencana aksi,” ulasnya.

Misalnya, lanjut Budi, kalau ada 30 ribu pertumbuhan penduduk, harus ada 30 lowongan pekerjaan. Untuk mewujudkan itu, harus melakukan apa, itu yang namanya rencana aksi.

“Nah itu yang sedang kita lakukan. Tapi nanti secara pelan-pelan kita akan berusaha melakukan konfirmasi dan seterusnya sinergi antar sektor kelembagaan, badan dan seterusnya di setiap level. Supaya kita punya gambaran konkret Indonesia Emas 2045 itu seperti apa. Dan peta jalan untuk mencapainya itu betul-betul bisa dipertanggungjawabkan kira-kira. Sekarang ini masih banyak diskusi, penolakan atau resistensi, kesalahpahaman sana-sini, tetapi kita berusaha untuk terus berdialog mengatasi ini,” timpalnya.

Ia menjelaskan, posisi Kemendukbangga/BKKBN sebagai simulator yang akan memberikan data kepada semua pihak, agar bisa mencapai tujuan Indonesia Emas 2045.

Caranya dengan bekerja sama dengan daerah untuk mengetahui jumlah penduduk. Tujuannya untuk membuat perencanaan, tidak serta merta membuat industri dan perumahan, sehingga terjadi bencana sampah, banjir dan sebagainya.

Terdapat 30 indikator untuk membuat peta jalan Indonesia maju. Setiap daerah harus punya perhitungan teliti, tidak asal-asalan. Harus berbasis data kependudukan, mewacanakan kepada semua pihak, akademisi, mahasiswa, pemerintah daerah, wartawan, dan sebagainya.

“Kalau di setiap daerah sudah ada peta jalan masing-masing. Maka nanti di pusat tinggal membuat analisis,” tutupnya.

Sementara itu, Maria Ernawati menambahkan, bahwa akan menyerahkan hasil PJPK 2025-2029 kepada masing-masing kepala daerah di Jawa Timur, sebagai panduan kebijakan.

“Kami berharap PJPK 2025–2029 menjadi dasar bagi setiap kepala daerah, dalam merancang kebijakan untuk memanfaatkan bonus demografi secara optimal,” ujarnya.

Sebab menurutnya, dengan langkah konkret, kolaborasi antar sektor, dan kesadaran kolektif, cita-cita Indonesia Emas 2045 bukan hanya menjadi visi. Tetapi juga kenyataan yang membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Karenanya, sesuai arahan Pak Sesmen, katanya, policy (kebijakan,red) harus terprogram, dan akan menindaklanjuti di Jawa Timur. Yakni membuat kajian untuk menyongsong bonus demografi menuju Indonesia 2045.

“Akan ada kajian dengan pakar bonus demografi (Ikatan Praktisi Demografi Indonesia,red). Nanti akan mensinergikan dengan kepala daerah. Ada 17 kepala daerah yang baru setelah pilkada lalu, yang akan menjadi sasaran,” pungkasnya. (ads/har)

Visited 31 times, 1 visit(s) today

Table of Contents

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page