Klik9Nine

Khazanah Khatulistiwa

BERITA EKONOMI SURABAYA

Larangan Parkir Tunjungan, Estetika atau Gerus Akses Publik?

Larangan Parkir Tunjungan
SAVE TUNJUNGAN: Salah satu tenant di Jalan Tunjungan yang kena dampak larangan parkir tepi jalan memasang poster protes saat malam peringatan HUT ke-80 RI, Minggu lalu (17/8/2025). (KS/IST)

SURABAYA, Klik9.com – Pernyataan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang menyebut larangan parkir di tepi Jalan Tunjungan tidak mempengaruhi jumlah pengunjung, menuai tanda tanya?

Pasalnya, menurut salah seorang pemilik tenant di Jalan Tunjungan, Fahad bahwa klaim tersebut dia nilai terlalu dini. Sebab dampak kebijakan publik mestinya mengukur melalui data kunjungan, omzet usaha. Serta persepsi masyarakat secara berkelanjutan —bukan hanya observasi sesaat.

Di lapangan, sejumlah pengunjung mengaku keberatan. Mereka menilai akses menuju Tunjungan kini kurang ramah, khususnya bagi keluarga dengan anak kecil, lansia, dan difabel.

Baca Juga  Gelombang Panas di Jepang Capai Rekor 41 Derajat Celcius

“Kalau harus jalan jauh dari kantong parkir, jadi mikir ulang untuk datang,” ungkap salah satu pengunjung sebagaimana penuturan Fahad, Rabu (20/8/2025).

Sementara suara serupa juga datang dari pelaku usaha yang mulai merasakan adanya penurunan pelanggan tetap, meski belum tercatat secara resmi.

Di sisi lain, larangan parkir memang memperlancar lalu lintas dan mempercantik kawasan heritage. Namun, estetika tidak seharusnya mengorbankan akses publik. Tanpa solusi transportasi terintegrasi —seperti shuttle gratis, zona drop-off resmi, atau kemudahan parkir ramah pejalan kaki —kebijakan ini justru bisa menimbulkan eksklusivitas kawasan.

Baca Juga  Porprov VIII 2023 Sebut Sekdaprov Jatim Digelar Sesuai Jadwal

Artinya, hanya mereka yang sanggup menempuh akses lebih jauh yang bisa menikmati Tunjungan, sementara kelompok masyarakat lain perlahan tersisih.

“Kota besar yang hidup bukan hanya indah dipandang, tapi juga inklusif dan ramah bagi semua lapisan masyarakat. Penataan kota seharusnya berjalan beriringan dengan keberlangsungan usaha lokal dan kenyamanan warga, bukan berdiri saling menegasikan,” tutur Fahad.


Selanjutnya, dia membuat pernyataan penutup. “Surabaya memang butuh wajah kota yang cantik, tetapi jangan sampai estetika menyingkirkan hak akses warga dan denyut ekonomi lokal. Kebijakan publik terbaik adalah yang indah dipandang, nyaman dirasakan, dan adil bagi semua,” pungkasnya. (*fah/red)

Visited 15 times, 1 visit(s) today

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page