BOJONEGORO (Klik9.com) – Dunia koperasi khususnya syariah geger. Pasalnya, tamparan terhadap kepercayaan masyarakat utamanya anggota (nasabah,red). Hal ini, merujuk pada pemberitaan, Selasa (28/5/2024) lalu di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Secara masif sejumlah media daring. Di antaranya, Mediabhayangkaraid, mengabarkan geger dugaan koperasi syariah cabang Kecamatan Kepohbaru telah ‘mempersulit’ nasabah menarik uang tabungannya. Serta, dugaan ‘menumbalkan’ karyawan koperasi tersebut.
Istilah menumbalkan di sini, yakni ‘membenturkan’ karyawan dengan nasabah terkait pencairan tabungan yang terkesan berbelit-belit. Bahkan, tidak adanya ‘bunga’.
Terjepit tekanan para nasabah, dua mantan karyawati koperasi, MA (26) dan SM (22) memberanikan diri buka suara. Kemudian, memberikan kuasa kepada advokat Dodik Firmansyah SH untuk meminta perlindungan hukum kepada pihak berwajib.
Kedua perempuan itu, mengaku dikejar-kejar oleh para nasabah yang kesulitan menarik uang tabungannya di koperasi tersebut. MA dan SM menduga mantan atasannya, seorang perempuan inisial PL dan lelaki inisial NH, menghindar saat nasabah ingin melakukan pencairan tabungan.
Bahkan, NH meminta agar kedua mantan anak buahnya itu, sambung MA, agar pandai merayu nasabah untuk tidak menarik semua uangnya. Lebih tepatnya, saldo mengendap.
Permasalah ini, menyebabkan MA dan SM merasa tidak nyaman saat bekerja. Mereka berdua selalu was-was jika ada nasabah yang datang. Sementara sebagai atasan, PL dan NH, hanya menjawab akan mencari jalan keluar, dan menyuruh MA dan SM untuk meminta nasabah agar sabar.
Keanehan lainnya, uang nasabah informasinya untuk perputaran (operasional,red) kantor dan setor pusat. Sedangkan, maksudnya setor pusat ini, juga belum jelas.
MA menceritakan melalui telepon yang berhasil ia rekam, bahwa NH menjelaskan, kalau uang nasabah itu ada. Namun, mereka (nasabah,red) harus sabar jika ingin mencairkan uangnya.
“Ya, kalau tanya soal uang nasabah kemana, pak bos (NH,red) selalu bilang uang buat perputaran kantor dan sebagian setor ke pusat,” ujar MA di kediamannya, Minggu (26/5).
Ia juga menjelaskan, bahwa uang para nasabah itu diputar untuk anggota yang menarik atau mencairkan tabungan. Sementara, jika setor, maka MA menyetor uang kepada PL yang digadang-gadang tangan kanan koperasi pusat.
“Kalau setor uang nasabah itu, ke bu PL pakai rekening BRI-nya (pribadi,red). Kalau untuk perputaran itu, sekedar nasabah yang nabung uangnya akan diserahkan ke nasabah yang ngambil dana. Jadi, kalau kata pak NH ada perputaran, ya itu perputarannya,” jelas MA.
Namun, jika ada nasabah bertanya langsung kepada PL atau NH. Maka, keduanya kompak menjawab, bahwa koperasi cabang Kepohbaru tidak maksimal kinerjanya, seolah-olah kesalahan MA selaku kepala cabang.
Tetapi, menarik ke belakang, MA dan SM ini belum gajian dua bulan. Kalaupun gajian, juga ada potongan Rp200 ribu oleh NH. Katanya, untuk tabungan, tapi tidak ada kwitansi atau buku rekening untuk MA.
“Kalau ada nasabah nanya itu ke pak bos selalu menjawab sabar, masih carikan solusi terbaik. Bahkan, dia selalu bawa-bawa masalah saya cuti nikah. Dan, selalu mengunggulkan cabang lain. Padahal, saya cuti juga izin,” imbuh MA.
Selaku penasehat hukum, Dodik Firmansyah SH mengaku heran. Apalagi, nasabah ini menabung uangnya sendiri. Jadi, kenapa mempersulit nasabah yang ingin menarik tabungannya. Maka dari itu, ia meminta perlindungan hukum kepada pihak berwajib.
“Kami meminta perlindungan hukum kedua klien kami. Dan, saya mengimbau tidak terjadi lagi kepada seluruh nasabah cabang lainnya. Kami berharap pihak Polres Bojonegoro turun tangan, agar tidak memakan banyak korban,” ujar Dodik.
Dalam kesempatan itu, PL dan NH sempat menemui MA dan SM ke rumahnya. Merasa takut, MA minta bantuan kepala desa setempat. Selanjutnya pihak desa, berkoordinasi dengan Polsek Kepohbaru.
Di tempat itu, sebagian nasabah datang meminta PL dan NH, agar mencairkan uang mereka secepatnya. Beruntung, Kanitreskrim Polsek Kepohbaru, Bripka Hafit meredam, dan memberikan solusi, agar PL dan NH membuat surat pernyataan pengembalian uang nasabah dengan tenggat waktu seminggu.
Terpisah, NH kepada media ini mengaku selaku Dewan Pengawas Syariah DSN-MUI, bahwa ia sekaligus bertugas mengawasi kinerja koperasi syariah tersebut.
NH menjelaskan cabang Kepohbaru produktivitasnya baik-baik saja. “Sebetulnya tidak masalah. Kita normal saja. Buktinya cabang (kantor kas,red) lainnya dalam keadaan kondusif,” katanya, Rabu (29/5) malam di Bojonegoro.
Namun, ia menduga MA sebagai Kepala Kantor Kas Kepohbaru kurang serius mengelola cabang. Sehingga mengalami penurunan kinerja. Hal ini, mempengaruhi perputaran keuangan koperasi. Apalagi, kuat dugaan MA, juga ‘membocorkan’ dokumen ke pihak luar. Buktinya, saat pertemuan itu, banyak nasabah hadir.
Selain itu, menurutnya, MA juga sering mengambil keputusan sendiri tanpa koordinasi dengan baik. Bahkan, ketika dimintai laporan, MA tidak menampilkan apa adanya kondisi di cabang yang diamanatkan.
“Nah, cabang atau kantor kas Kepohbaru itu kan kepalanya mbak MA. Sebelum Ramadan, baik-baik saja. Tetapi setelah lebaran (2024,red) minta cuti nikah. Lalu, nyambung izin sakit. Secara teknis sekitar dua bulan lebih nggak masuk kerja. Habis itu tidak ada penjelasan kapan masuk kerja termasuk sudah dihubungi kantor, juga tidak ada respon,” terangnya.
Ia menambahkan, MA sebagai pimpinan cabang, meskipun izin tidak masuk, seharusnya tetap koordinasi dengan dua rekannya, SM dan G. Tetapi, sejauh itu, laporannya ke pusat, kondisi koperasi aman.
“Setelah kami cek, ternyata ada yang tidak beres dari tata kelola yang dilakukan MA. Sehingga berdampak pada penurunan omzet. Mengakibatkan, perputaran rasio keuangan kantor kas (cabang,red) tidak berjalan dengan baik,” ujar NH.
Kemudian, pihaknya, mencoba mengajak MA rapat. Tujuannya mencari solusi dari permasalahan di cabangnya. Tapi, MA tidak menjalankan arahan kantor, justru membuat langkah sendiri. Dan, makin terkejut dengan adanya pemberitaan ini.
“MA minta resign (keluar). Sesuai mekanisme kantor, tidak masalah. Tetapi, setidaknya menunggu gantinya. Tapi, dengan pemberitaan itu, seolah-olah MA ingin menutup koperasi ini,” ujar NH.
Apalagi, ada istilah bunga, ini tidak ada dalam sistem koperasi syariah. “Yang ada istilah bagi hasil, juga bergantung perputaran uang. Selain itu, soal OJK, ini beda. Koperasi dalam pembinaan dinas koperasi baik kabupaten maupun provinsi. Jadi legal formal koperasi di bawah dinas,” jelasnya.
Menurut NH, apa yang terjadi saat ini, sangat merugikan dan berdampak kepada kantor cabang lain yang sehat. “Kami nggak habis pikir. Kalau ingin keluar ya tidak masalah. Tapi, sedikit banyak, MA setidaknya dua tahun bekerja di koperasi ini, juga semestinya memikirkan psikis teman lainnya,” bebernya.
NH menegaskan, bahwa berita yang beredar itu tidak sepenuhnya benar. “Intinya kinerja MA menurun, saya tidak tahu kenapa. Tetapi mempengaruhi rasio finansial. Apakah anggota tidak boleh menarik uang? Jelas boleh. Tapi, juga kita lihat rasio di kantor kas. Tidak serta merta menarik semua.”
“Apalagi, sikap anggota (menarik uang,red) atau nasabah itu, diduga adanya provokasi, mencemarkan nama baik koperasi. Oleh karena itu, kami akan lihat perkembangannya, apakah perlu menempuh jalur hukum. Namun, kami berharap bisa berada di jalur kekeluargaan.”
“Bagaimanapun juga, MA ini, dua tahun lebih bekerja di koperasi. Pernah menjadi bagian keluarga. Penyelesaian secara kekeluargaan kita dahulukan. Jadi, istilah ‘menumbalkan’ karyawan, itu tidak benar,” urai panjang lebar NH.
Dia juga menyayangkan sikap MA, karena kalau merasa tidak bersalah, kenapa menyewa pengacara, hajatnya hanya untuk resign, dan menuntut gaji. “Kalau sekedar minta bantuan permasalahan cabang, kan juga sudah kita ajak komunikasi sama pihak kantor. Tapi MA malah memilih jalannya sendiri,” tukasnya.
Sementara itu, G, karyawati yang pernah menjadi rekan MA di kantor kas Kepohbaru, menyesalkan ada geger pemberitaan koperasi syariah tempat dia bekerja.
“Seharusnya mbak MA, bisa komunikasi. Sebab, saya juga sudah ajak komunikasi susah. Sementara, anggota nanya saya. Sebelumnya, nggak pernah ada masalah. Saya takut, keluarga kena imbas. Karena, nasabah banyak kenal,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Dia berharap, masalah internal kantornya segera teratasi. “Saya saat ini bekerja di kantor kas Sumberrejo. Dan, waktu saya di Kepohbaru, anggota yang saya tangani tidak ada masalah.”
“Dengan tidak aktifnya, mbak MA, saya kesulitan menentukan mana nasabah yang harus penarikan, maupun nabung. Sehingga kesulitan di lapangan. Sedangkan diajak komunikasi susah. Tapi, Sabtu kemarin sudah rapat. Baik-baik saja. Kaget ada berita, seharusnya bisa dibicarakan kalau ada masalah,” timpalnya.
Namun, ia tak menampik, kalau ada perputaran uang nasabah, berupa penarikan dan pembiayaan. Tetapi, mekanisme berupa bunga atau bagi hasil itu sepenuhnya kantor yang paham.
Di bagian lain, Sudirman Agus, pakar koperasi syariah mengaku, sempat dimintai bantuan pihak NH untuk memberikan solusi. Karenanya, dia meminta beberapa dokumen koperasi, seperti akad-akad, legal formal, tetapi hingga saat ini belum ada tindak lanjut.
“Ya, terpaksa saya tidak jadi ke Bojonegoro. Karena dokumen yang saya minta tidak juga dikirim untuk saya pelajari,” ucapnya, Rabu (5/6) di Sidoarjo.
Tetapi, yang jelas, lanjut Sudirman Agus, model usaha koperasi berbeda-beda. Nanti, bisa melihat izinnya, ada kalanya bisa buka kayak minimarket. Tapi, ada yang simpan pinjam.
“Kalau koperasi syariah, tidak boleh transaksi uang seperti koperasi umum, sebab ada akad-akad sesuai fatwa MUI. Makanya, saya perlu melihat dokumen koperasinya dulu,” terangnya.
Oleh karena itu, Ustaz Dirman, sapaannya, berkaca dari polemik tersebut, dia menyarankan, agar aktivitas koperasi menyesuaikan legalitas, menyesuaikan aturan. Termasuk dalam penambahan anggota menyesuaikan SOP, kayak pendaftaran, pengunduran diri, dan sebagainya.
“Biasanya kasus geger seperti ini, karena tidak adanya komunikasi di koperasi syariah. Nah, agar selalu koperasi komunikasi intensif dengan anggota, supaya harmonis,” tuturnya.
Untuk masyarakat, Ustaz Dirman menasehati, ketika masuk anggota koperasi itu, harus melihat legalitas, format anggota. “Supaya jangan sampai jadi anggota semata-mata ingin meminjam, tetapi ingin mengembangkan ekonomi bersama. Harus sama-sama, baik pengurus maupun anggota mau menerima risikonya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyebutkan, bahwa praktik-praktik ilegal koperasi di masyarakat, seperti memberi pinjaman bukan anggota.
“Kayak bank titil, bisa jadi ilegal. Karena, kalau pinjam koperasi itu, aturannya harus menjadi anggota. Jadi, masyarakat harus waspada, bukan semata-mata cari pinjaman. Nanti, rugi sendiri,” pungkasnya. (har)