
SURABAYA, Klik9.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengalihkan program permakanan karena adanya aturan dari pemerintah pusat.
Pasalnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang penerima bantuan sosial (bansos) menerima dua jenis bansos sekaligus.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Anna Fajrihatin mengatakan program permakanan awalnya masuk dalam belanja program.
Namun, pada tahun 2023, memasukan program tersebut ke belanja bansos sebagaimana teratur dalam Permendagri 77/2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
“Awalnya masuk belanja program, tapi tahun ini masuk belanja bansos. Kemudian, ada aturan-aturan terkait dengan belanja bansos yang mana itu juga harus cek detail,” kata Anna, Kamis (21/12/2023).
Anna menjelaskan bahwa aturan tersebut melarang warga miskin menerima permakanan juga bansos lain.
Seperti di antaranya bansos dalam Program Keluarga Harapan (PKH) atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementerian Sosial (Kemensos).
“Misalnya, A adalah penerima permakanan, maka bansosnya harus di-hold (ditahan). Tidak boleh (menerima) dua, karena sejatinya BPNT itu pengganti permakanan. Kalau sudah dapat BPNT, maka tidak boleh mendapatkan permakanan,” jelas Anna.
Menurut dia, dari 18 ribu penerima program permakanan di Surabaya pada tahun 2023, sebanyak 7 ribu di antaranya bukan masuk kategori miskin. Karena itu, mereka tidak berhak menerima permakanan.
“Tahun ini, kami mencoba memasukkan dalam perwali. Padahal syaratnya kalau tahun ini diberi, kemudian tahun depan itu juga diberi, maka dia harus masuk data keluarga miskin dan dia tidak sebagai penerima bansos,” kata Anna.
Anna menyebutkan bahwa data penerima program itu yang tidak menerima bansos di Surabaya, sekitar 1.148 jiwa.
Jumlah tersebut merupakan data pada triwulan 3 tahun 2023. Sedangkan pada triwulan 4, berkurang 103. Artinya, tinggal 1.045 orang penerima permakanan di Surabaya yang tidak menerima bansos.
Nantinya, 1.045 orang ini yang akan menerima bantuan berupa uang tunai dari Pemkot Surabaya sebagai pengalihan dari program tersebut.
Besaran pemberian uang akan menyesuaikan dengan bansos dari Kemensos.
“Kalau dia sudah menerima permakanan, maka semua bansos dari Kemensos harus di-hold (ditahan). Jadi harus (pilih) salah satu, tidak boleh (menerima) dua (jenis bansos),” jelas Anna.
Demikian pula dengan program permakanan lansia dari kemensos yang mengkhususkan untuk warga usia 75 tahun ke atas.
Anna menyebut, tidak membolehkan penerima permakanan lansia dari kemensos juga menerima bansos ganda.
“Pertengahan tahun kemarin masih ada sekitar 608. Ternyata di triwulan 3 masih sisa 227, karena selebihnya dapat bansos,” sebut Anna.
Anna menegaskan bahwa harus mematuhi aturan dari pemerintah pusat. Jika tidak, maka ada sanksi kepada Pemkot Surabaya.
Seharusnya, kata dia, pemkot menghentikan program tersebut sejak pertengahan tahun 2023. Namun karena pemkot mempertimbangkan kesejahteraan warga, maka belum melakukan hal itu.
“Bapak wali kota ini masih baik lho. Harusnya (pengalihan) tepat tengah tahun (2023) kemarin. Itu baiknya Pak Eri masih mempertahankan ini,” kata Anna.
Sementara terkait Kelompok Masyarakat (pokmas) dan kurir permakanan yang terdampak, Anna menyatakan telah melakukan pendataan.
Dari 1.500 pokmas dan kurir, hanya 318 di antaranya yang masuk kategori miskin dan pra miskin. Nah, 318 orang itu yang nanti menjadi prioritas intervensi pemkot ke depan.
“Bapak (wali kota) kemarin menyampaikan prioritas kita terhadap pokmas dan petugas kirim yang miskin. Itu sudah terdata kebutuhan dan keinginannya, ada yang ingin berjualan,” tandasnya. (*)