SURABAYA (K9) – Pemkot Surabaya melalui dinas kesehatan menerima hasil laboratorium sampel sisa makanan dan minuman di wilayah Kalilom Lor Indah GG Seruni II Tanah Kali Kedinding Kenjeran Surabaya.
Dinkes Surabaya telah mengantongi hasil laboratorium dugaan keracunan pangan (daging kurban tidak bersih) dari BBLK (Balai Besar Laboratorium Kesehatan) Surabaya.
Kadinkes Nanik Sukristina menyampaikan, hasil pemeriksaan dari 4 sampel, yaitu sate daging, gulai daging, krengsengan daging dan air mineral.
Tiga sampel sisa makanan, di antaranya sate daging, gulai daging dan krengsengan daging. Telah melalui pemeriksaan mikrobiologi dengan menggunakan metode biakan konvensional dan menunjukkan bahwa positif bakteri Salmonella sp.
“Daging yang untuk memasak sate, gulai daging dan krengsengan mengandung bakteri Salmonella sp. Hal ini kemungkinan daging kurang cuci bersih dan masak kurang matang,” kata Nanik, Kamis (6/7/2023).
Salmonella merupakan kelompok bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia. Serta sering menyebabkan keracunan makanan.
Bakteri ini dapat hidup di saluran usus hewan yang menular ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi kotoran hewan.
Selain itu, konsumsi makanan yang kurang matang dan tidak cuci bersih, juga dapat meningkatkan risiko terkontaminasi.
“Masa inkubasi Bakteri Salmonella sp adalah 6 hingga 72 jam. Hal ini sejalan dengan hasil penyelidikan epidemiologi tim dinkes, bahwa sebagian besar kasus mengalami gejala awal pada jam ke-9 hingga 10 jam setelah menyantap hidangan yang disajikan,” jelasnya.
Gejala pada kasus keracunan ini, imbuh Nanik, yakni diare sebanyak 20,80%, panas sebanyak 17,20%, pusing sebanyak 17,20%, mual sebanyak 16,00%, lemas sebanyak 15,20%, dan muntah sebanyak 13,20%.
“Gejala-gejala tersebut merupakan beberapa gejala yang mengindikasikan seseorang terinfeksi bakteri Salmonella sp,” imbuhnya.
Pada upaya pencegahan, Nanik menerangkan, untuk bahan pangan dari olahan makanan dari hewan kurban, proses penyembelihan harus secara higienis.
Mengingat, daging mempunyai kandungan protein dan mudah membusuk sehingga harus segera terdistribusikan tidak lebih dari 2 jam. Serta olah atau simpan di kulkas untuk mempertahankan kualitasnya. Namun jika masih akan menyimpan, daging tidak perlu cuci.
“Antara daging sapi dan kambing berbeda waktu penanganannya. Daging kambing lebih mudah rusak daripada daging sapi. Kambing dengan protein lebih tinggi bisa bertahan <6 jam dalam suhu ruangan. Sehingga jika lebih dari 6-10 jam maka daging cenderung rusak. Sehingga daging sapi dan kambing tidak boleh campur,” terangnya.
Karenanya, masyarakat harus memastikan sebelumnya bahwa semua bahan pangan yang akan konsumsi telah cuci bersih, higienis dan olah/masak dengan baik dan matang. Seperti memasak pada suhu >70 derajat celcius.
“Selanjutnya memastikan peralatan masak yang bersih dan tidak berkarat. Serta, menjaga kebersihan makanan, mencuci tangan sebelum makan, dan jangan menyantap makanan yang sudah berbau tidak sedap, berlendir, atau berjamur,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Nanik mengimbau masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sehari-hari secara disiplin dan konsisten.
“Tentunya untuk mencegah risiko penularan penyakit baik dari lingkungan maupun dari bahan pangan yang konsumsi,” pungkasnya.
Sebagai diketahui, berdasarkan data Dinkes Surabaya per Rabu (5/7/2023) lalu, sudah tidak ada pasien yang mendapatkan perawatan di puskesmas maupun di rumah sakit. (*)